Liem Seeng Tee (1893–1956)
adalah pendiri PT. HM Sampoerna, sebuah perusahaan rokok besar di Indonesia.
Dia adalah generasi pertama dari keluarga Sampoerna; ayah dari Aga Sampoerna dan
kakek dari Putera Sampoerna. Liem adalah seorang imigran dari sebuah keluarga
miskin di provinsi Fujian di Tiongkok. Dia datang ke Indonesia pada tahun 1898
bersama ayahnya. Tak lama setelah tiba di Indonesia, ayahnya meninggal. Liem
lalu diangkat sebagai anak oleh sebuah keluarga di Bojonegoro. Di situ dia
belajar meracik tembakau yang kemudian dijualnya di stasiun kereta api.
Setelah menikah dengan Siem Tjang Nio, Liem melanjutkan
peracikan tembakaunya. Racikannya ternyata disukai masyarakat dan pada tahun
1913, dia mendirikan Handel Maastchpaij Liem Seeng Tee yang kelak menjadi PT.
Sampoerna. Sampoerna terus berkembang menjadi perusahaan besar meski sempat
mengalami beberapa masalah, di antaranya pabrik yang terbakar. Rokok kretek
tumbuh populer dengan pesat. Pada awal 1930-an Liem Seeng Tee mengganti nama
keluarga dan perusahaanya menjadi Sampoerna. Setelah usahanya berkembang cukup
mapan, Liem Seeng Tee memindahkan tempat tinggal keluarga dan pabriknya ke
sebuah kompleks gedung yang telah terbengkalai di Surabaya. Bangunan tersebut
kemudian direnovasi, dan dikenal sebagai Taman Sampoerna yang masih memproduksi
SKT PT HM Sampoerna.
Pada masa perang Dunia II dan penjajahan Jepang,
Liem Seeng Tee ditahan dan usahanya ditutup oleh penjajah.
Setelah perang berakhir, ia dibebaskan dan
memulai usahanya kembali. Namun, pada tahun 1959, tiga tahun setelah Liem Seeng
Tee wafat dan setelah perang kemerdekaan berakhir pada akhir 1950-an,
perusahaan Liem Seeng Tee kembali terancam bangkrut. Pada tahun tersebut, Aga
Sampoerna (putra kedua Liem Sieng Tee) ditunjuk untuk menjalankan perusahaan
keluarga Sampoerna dan berhasil membangunnya kembali.
Putera kedua Aga, yaitu Putera Sampoerna,
mengambil alih kemudi PT HM Sampoerna pada tahun 1978. Di bawah kendalinya, PT
HM Sampoerna berkembang menjadi perseroan publik dengan struktur perseroan moderen
dan memulai masa investasi dan ekspansi. Dalam proses, PT HM Sampoerna
memperkuat posisinya sebagai salah satu produsen rokok kretek terkemuka di
Indonesia.
Pada bulan Mei 2005, PT Philip Morris Indonesia
(anak perusahaan Philip Morris International Inc.) mengakuisisi mayoritas
kepemilikan PT HM Sampoerna.
Putera Sampoerna
, pengusaha Indonesia kelahiran Schidam, Belanda, 13 Oktober 1947. Dia
generasi ketiga dari keluarga Sampoerna di Indonesia. Adalah kakeknya Liem
Seeng Tee yang mendirikan perusahaan rokok Sampoerna. Putera merupakan presiden
direktur ketiga perusahaan rokok PT. HM Sampoerna itu. Dia menggantikan ayahnya
Aga Sampoerna. Kemudian, pada tahun 2000, Putera mengestafetkan kepemimpinan
operasional perusahaan (presiden direktur) kepada anaknya, Michael Sampoerna.
Dia sendiri duduk sebagai Presiden Komisaris PT HM Sampoerna Tbk, sampai saham
keluarga Sampoerna (40%) di perusahaan yang sudah go public itu dijual kepada
Philip Morris International, Maret 2005, senilai Rp18,5 triliun.
Pria penggemar angka sembilan, lulusan Diocesan
Boys School, Hong Kong, dan Carey Grammar High School, Melbourne, serta
University of Houston, Texas, AS, itu sebelum memimpin PT HM Sampoerna, lebih
dulu berkiprah di sebuah perusahaan yang mengelola perkebunan kelapa sawit
milik pengusaha Malaysia. Kala itu, dia bermukim di Singapura bersama isteri
tercintanya, Katie, keturunan Tionghoa warga Amerika Serikat.
Dia mulai bergabung dalam operasional PT. HM
Sampoerna pada 1980. Enam tahun kemudian, tepatnya 1986, Putera dinobatkan
menduduki tampuk kepemimpinan operasional PT HAM Sampoerna sebagai CEO (chief
executive officer) menggantikani ayahnya, Aga Sampoerna.
Namun ruh kepemimpinan masih saja melekat pada
ayahnya. Baru setelah ayahnya meninggal pada 1994, Putera benar-benar
mengaktualisasikan kapasitas kepemimpinan dan naluri bisnisnya secara penuh.
Dia pun merekrut profesional dalam negeri dan mancanegara untuk mendampinginya
mengembangkan dan menggenjot kinerja perusahaan.
Sungguh, perusahaan keluarga ini dikelola secara
profesional dengan dukungan manajer profesional. Perusahaan ini juga go public,
sahamnya menjadi unggulan di bursa efek Jakarta dan Surabaya. Ibarat sebuah
kapal yang berlayar di samudera luas berombak besar, PT HM Sampoerna berhasil
mengarunginya dengan berbagai kiat dan inovasi kreatif.
Tidak hanya gemilang dalam melakukan inovasi
produk inti bisnisnya, yakni rokok, namun juga berhasil mengespansi peluang
bisnis di segmen usaha lain, di antaranya dalam bidang supermarket dengan
mengakuisi Alfa dan sempat mendirikan Bank Sampoerna akhir 1980-an.
Di bisnis rokok, HM Sampoerna adalah pelopor
produk mild di tanah air, yakni rokok rendah tar dan nikotin. Pada 1990-an, itu
Putera Sampoerna dengan kreatif mengenalkan produk rokok terbaru: A Mild. Kala
itu, Putera meluncurkan A Mild sebagai rokok rendah nikotin dan “taste to the
future”, di tengah ramainya pasar rokok kretek. Kemudian perusahaan rokok lain
mengikutinya.
Dia memang seorang pebisnis visioner yang mampu
menjangkau pasar masa depan. Berbagai langkahnya seringkali tidak terjangkau
pebisnis lain sebelumnya. Dia mampu membuat sensasi (tapi terukur)dalam dunia
bisnis. Langkahnya yang paling sensasional sepanjang sejarah sejak HM Sampoerna
berdiri 1913 adalah keputusannya menjual seluruh saham keluarga Sampoerna di PT
HM Sampoerna Tbk (40%) ke Philip Morris International, Maret 2005.
Keputusan itu sangat mengejutkan pelaku bisnis
lainya. Sebab, kinerja HM Sampoerna kala itu (2004) dalam posisi sangat baik
dengan berhasil memperoleh pendapatan bersih Rp15 triliun dengan nilai produksi
41,2 miliar batang. Dalam posisi ketiga perusahaan rokok yang menguasai pasar,
yakni menguasai 19,4% pangsa pasar rokok di Indonesia, setelah Gudang Garam dan
Djarum.
Putera Sampoerna, mengguncang dunia bisnis
Indonesia dengan menjual seluruh saham keluarganya di PT HM Sampoerna senilai
Rp18,5 triliun, pada saat kinerjanya baik.
Mengapa Putera melepas perusahaan keluarga yang
sudah berumur lebih dari 90 tahun ini? Itu pertanyaan yang muncul di tengah
pelaku bisnis dan publik kala itu.
Belakangan publik memahami visi Tokoh Bisnis
Paling Berpengaruh 2005 versi Majalah Warta Ekonomi ini ((Warta Ekonomi 28
Desember 2005). Dia melihat masa depan industri rokok di Indonesia akan makin
sulit berkembang. Dia pun ingin menjemput pasar masa depan yang hanya dapat
diraihnya dengan langkah kriatif dan revolusioner dalam bisnisnya. Secara
revolusioner dia mengubah bisnis intinya dari bisnis rokok ke agroindustri dan
infrastruktur.
Pada awal 2006, dikabarkan bahwa Putera, yang
dikenal menggemari judi, telah menjadi pemilik perusahaan judi raksasa yang
bermarkas di Gibraltar, Mansion. Pada saat yang sama, Mansion dilaporkan akan
menggantikan Vodafone sebagai sponsor klub sepak bola Manchester United selama
empat tahun dalam kontrak senilai 60 juta poundsterling, namun kontrak tersebut
kemudian dibatalkan. Kemudian beralih menjadi sponsor klub sepak bola Liga
Inggris lainnya Totenham Hotspur sejak musim 2006-2007. Selain itu, Putera
Sampoerna juga membeli kasino Les Ambassadeurs di London dengan harga 120 juta
poundsterling.
– October 12, 2010 http://phoenix.web.id/2010/10/kisah-sukses-liem-seeng-tee/